Sabtu, 30 Mei 2009

BINTU SYATHI'

Prof. DR. Aisyah Abdurrahman
Oleh Musyidah Mujahid


Prof.Dr Aisyah Abdurrahman adalah salah satu tokoh dalam bidang tafsir Al-qur’an dan sastra. Lebih dikenal dengan nama Bintu Syathi. Seorang sosok perempuan alim dan produktif. Lahir di Kota Dimyat Mesir pada tanggal 6 November 1913 M. Bertepatan 6 Dzulhijjah 1331 H. dari pasangan Muhammad Ali Abdurrahman dan Farida Abdussalam Muntasyir.
Bintu Syati’ hidup ditengah-tengah keluarga yang agamis, mapan, dan berpendidikan. Syeikh Ibrahim Addamhuji al Kabir, kakek dari garis keturunan sang ibu merupakan salah satu ulama besar Azhar.
Karir pendidikan Bintu Syathi’ dimulai dari umur 5 tahun. Sejak kecil, ia telah dididik serta dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama Islam. Keluarganya selalu menekankan untuk senantiasa memperdalam khazanah pemikiran Islam. Hafalan Al Qur’an telah menjadi hidangan setiap harinya. Di usianya yang masih sangat belia, Bintu Syati’ telah menyelesaikan hafalan Al Qur’an.
Bintu Syathi menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan predikat cumlaude. Hal ini mendorong ia untuk senantiasa menekuni ilmu-ilmu Islam. Setelah menyelesaikan studi ilmu pendidikan di Madrasah Ta’lîmiyyah Thanta tahun 1928, Bintu Syathi’ berinisiatif untuk hijrah ke Kota Kairo untuk lebih mencari pengalaman. Di ibu kota Mesir tersebut, seluruh bakat dan kecerdasan Bintu Syathi’ mulai ditempa.
Bintu Syathi’ memulai karirnya seorang penulis di sebuah lembaga, di Giza. Ia banyak melayangkan tulisannya ke beberapa media massa terkenal di Mesir. Diantaranya, majalah Nahdhah Islamiyyah, Ahram, dll. Dari sinilah nama besar Bintu Syathi’ mulai mencuat. Konon, nama pena ini (Bc: Bintu Syathi) sengaja dipakai karena takut akan kemarahan ayahnya ketika membaca artikel-artikel yang ditulis.
Kesibukannya dalam dunia tulis menulis bukanlah merupakan penghambat proses studinya. Tahun 1936, Bintu Syathi’ menyelesaikan studi S1 Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab di Universitas Cairo. Kemudian merampungkan program Magister di Universitas dan jurusan yang sama pada tahun 1941, dengan judul tesis al Hayât al Insâniyyah ‘Inda Abi ‘Ala’.
Di universitas Cairo, Bintu Syathi’ bertemu dengan sang pujaan hati, Amin Khuli, yang kemudian menjadi suaminya. Suaminya merupakan pakar ilmu Tafsir. Selain membimbing dalam keluarga, Amin Khuli, sang suami juga banyak memberikan pengaruh terhadap pemikiran Bintu Syati’. Hal ini terlihat dari corak beberapa tulisan dan pemaparan Bintu Syati’.
Tahun 1950 Bintu Syathi merampungkan studi Doktoralnya. Dengan judul disertasi Risâlatul Ghufran Li Abil ‘Ala’. Menghadirkan DR. Thaha Husein sebagai dosen penguji, Bintu Syati’ meraih predikat cumlaude.
Ilmu-ilmu yang telah diserap di bangku kuliah kemudian sampaikan di beberapa universitas. Diantaranya: Universitas Qarawiyyin Maroko, Universitas Cairo Mesir, Universitas ‘Ain Syam Mesir dan universitas Umm Durman Sudan. Selama puluhan tahun Bintu Syati’ abdikan dirinya menjadi dosen di bidang pendidikan dan studi Al Qur’an. Ia juga banyak memberikan kuliah dan ceramah dihadapan para sarjana di Roma, Al Jazair, New Delhi, Bagdad, Kuwait, Yerrusalem, Rabat, Fez, Khartoum, dll.
Bintu Syati’ berkali kali dinobatkan sebagai pakar ilmu Adab oleh beberapa institusi, pemerintah Mesir (1978), pemerintah Kuwait (1988), Raja Faishal (1994). Ide-ide brilian perempuan ini menarik perhatian beberapa penerbit dan media untuk menerbitkan karya-karyanya. Tema-tema yang diangkat lebih banyak berkisar tentang Sastra, Sejarah dan Tafsir Al Qur’an. Tapi tidak terbatas sampai disitu, Ia juga menulis tentang isu-isu yang banyak berkembang di dunia, seperti tentang posisi perempuan yang telah mengalami perubahan, perjuangan orang-orang Arab memerangi imperialisme Barat dan Zionisme.
Karya Bintu syathi sangat banyak, seluruh karyanya menjadi saksi kehebatan Bintu Syathi. Ada sekitar 40 judul buku dalam bidang Dirasah Islamiyyah, Fiqh, Tafsir, Adab, dll telah terbit di Mesir dan beberapa negara Arab. Diantaranya: Tafsir Bayani Lil Qur’anil Karim, Al I’jaz al Bayani Wa Masail Ibnu Arzu dan At Tafsir Al Bayani Lil Qur’an Al Karim, yang banyak menjadi rujukan metode penfsiran kontemporer.
Tulisan terakhir yang sempat diterbitkan oleh koran Ahram berjudul “Ali bin Abi Thalib Karramllahu Wajhah” tanggal 26 Februari 1998. Pada awal bulan Desember tahun 1998 Bintu Syathi’ menghembuskan nafas terakhirnya. Wafat dalam usia 85 tahun. Bintu Syati telah mati tapi nama beliau akan selalu hidup dan dikenang karna telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan ilmu- ilmu Islam di bidang Tafsir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar